BAB V KITAB SUCI
- Pengertian
Secara realitas dan kemantapannya
Kitab Suci sejenis dengan pengertian Hukum secara umum, yakni
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, baik yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah maupun berlakunya
secara alamiah, yang kalau perlu dapat dipaksakan agar peraturan tersebut
dipatuhi sebagaimana yang ditetapkan.
Dalam kitab suci Weda mengandung hukum Hindu yang
perlu kita ketahui dengan tujuan :
- Agar
disadari bahwa hukum Hindu merupakan bagian dari hukum positif yang
berlaku bagi masyarakat Hindu di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2, serta pasal 2 Aturan Peralihan.
- Untuk
memehami bahwa berlakunya hukum Hindu di Indonesia dibatasi oleh falsafah
negara Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945.
- Untuk
mengetahui persamaan dan perbedaan antar hukum adat Bali dengan Hukum
Hindu.
- Untuk
membedakan antara adat murni dengan adat yang bersumber kepada
ajaran-ajaran Agama Hindu.
- Istilah
Rta atau Reta adalah hukum Tuhan yang bersifat
abadi. Rta itu kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut
Dharma. Tuhan menciptakan hukum dan sekalian sebagai pengendalian atas hukumNya
itu, maka Tuhan juga disebut Rtawan. “Dharma dharyate prajah” yang artinya
dharma penyangga manusia (masyarakat).
- Sumber Hukum Hindu
Berdasarkan ilmu peninjauan sumber hukum Hindu dapat
ditinjau dari empat segi, yakni :
- Peninjauan
Sumber Hukum Dalam Arti Sejarah
Dokumen
tertua yang memuat hukum Hindu adalah Reg Weda dalam Weda Sruti (2000 SM), yang
penulisannya dimulai dari abad 10 SM yang penyampaiannya secara tradisional
(lisan). Fase berikutnya
muncul Dharmasastra yang tergolong Smerti (Abad 10 SM). Kitab Smerti dibedakan
dua kelompok, yakni Sad Wedangga dan Upaweda. Dalam Wedangga Dharmasastra
dinyatakan sebagai bagian dari kitab kalpasutra.
Kitab kalpasutra dibagi menjadi empat :
a) Srautasutra : tentang darsapurnamasa (purnama
tilem).
b) Grhyasutra : tentang upacara garbhadhana sampai
antyesti (kematian).
c) Dharmasutra : tentang hukum, agama kebiasaan atau
acara dan sistacara.
d) Sulwasutra : tentang arsitektur.
Kitab
Dharmasutra ini dijadikan dasar dalam menulis dharmasastra , yang penulisannya
dibagi menjadi dua :
a) Bentuk Sutra (1000 SM) amat singkat, yaitu aphrisme.
b) Bentuk sastra (Abad 5 SM) yang lebih terurai.
Jadi Sruti adalah UU-nya, Smerti adalah UU Pokok dan
UU Pelaksanaannya adalah Nibandha. Sehingga Sruti dan Smerti mempunyai kekuatan
hukum yang sama, seperti disebutkan dalam :
1) Manawa
Dharmasastra II.10, sbb :
“Srutistu
vedo vijneyo
Dharmasastram
tu wai smrtih
Te
sarwatheswamimamsye
Tabhyam
dhrmohi nirbabhau.”
Artinya :
Yang
dimaksud dengan Sruti adalah Weda,
Smrti
adalah Dharmasastra
Kedua
macam pustaka suci ini tidak boleh diragukan kebenarannya
Mengenai
apapun juga, karena keduanya adalah sumber hukum.
2) Sarasamuscaya II.37, sbb :
“Sruti vedah samakhyato
Dharmasastra tu vai smrtih,
Te sarwatheswam imamsye
Tabhyam dharma vinir bhrtah”.
Artinya :
Sruti adalah Weda (Catur Weda)
Dharmasastra adalah Smrti
Kedua-duanya jangan disangsikan
untuk semua tujuan
Kedua-duanya merupakan sumber
dharma.
Kitab Dharmasastra
dibedakan atas masa berlaku dan pengarangnya seperti :
a) Manawa Dharmasastra karya Manu berlaku zaman Kerta
Yuga
b) Gautama Dharmasastra karya Gautama berlaku zaman
Treta Yuda
c) Sankhalikhita Dharmasastra berlaku zaman Dwapara
Yuda
d) Parasara Dharmasastra berlaku zaman Kali Yuda
2) Peninjauan Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologis
Kata
sosiologi diartikan ilmu tentang sifat, prilaku dan perkembangan masyarakat.
Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan
baik dalam bidang agama, budaya, bahasa, dll. Hubungan antara mereka telah
mempunyai aturan yang melembaga, baik berdasarkan pengaruh-pengaruh yang datang
di kemudian hari.
Sumber dharma atau
hukum tidak saja Sruti, Smrti, tetapi juga Sila, Acara dan Atmanastuti. (Manawa
Dharmasastra II.6).
Penerapan Dharma
didasarkan pada asas-asas tertentu, yakni
:
- Samaya (waktu)
- Desa (tempat)
- Acara (kebiasaan)
- Kula (keluarga)
- Warna (golongan)
- Semanya (sifat-sifat
umum)
Ini berarti ilmu
sosiologi sengat berperan dalam menunjang sumber-sumber itu.
Berdasarkan
penjelasan di atas penerapan Hukum
Hindu itu selalu mempertimbang desa,
kala, patra.
Contoh : Himsa
karma melanggar hukum tetapi dalam peperangan merupakan keharusan bagi seorang
kesatria.
3) Peninjauan Hukum Hindu dalam Arti Filsafat
Filsafat
adalah ilmu pikir. Filsafat juga merupakan pencarian rasional ke dalam sifat
kebenaran/realitas. Filsafat membingbing manusia untuk mencapai tujuan hidup
Jagadhita dan Moksa. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu harus memperhatikan
:
a) Harus didasarkan pada Dharma.
b) Harus diusahakan melalui keilmuan (Jnana)
c) Harus didasarkan pada kepercayaan (Sadhana)
d) Harus didasarkan pada ajaran Tri Kaya Parisudha
e) Harus ditebus dengan usaha Prayascita (penyucian)
4) Sumber Hukum dalam Arti Formil
Menurut
piagam Mahkamah Internasional pasal 38, susunan sumber hukum, sbb :
- Traktat
internasional yang kedudukannya sama dengan UU terhadap negara itu.
- Kebiasaan
Internasional
- Asas-asas
hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradap
- Keputusan-keputusan
hukum sebagai yurisprudensi bagi suatu negara.
- Ajaran
yang dipublisir oleh para ahli hukum dari berbagai negara hukum.
Dalam Manawa Dharmasastra II.6, disebutkan :
“Idanim dharma pra
mananya ha
Vedo ‘khilo dharma
mulam smrti sile
Ca tad vidam
acarasca iva
Sadhunam
atmanastustireva ca ”
Artinya :
Seluruh pustaka
suci Weda (Sruti) merupakan sumber utama daripada Dharma (Agama Hindu),
kemudian barulah Smrti di samping sila (kebiasaan-kebiasaan yang baik dari
orang-orang yang menghayati Weda) dan kemudian Acara(tradisi-tradisi dari
orang-orang suci) serta akhirnya Atmanastuti (rasa puas diri sendiri)
Rasa puas merupakan ukuran yang selalu diusahakan oleh setiap manusia
yang kemungkinan mempunyai rasa puas yang berbeda-beda. Untuk itu harus diukur
atas dasar kepentingan umum. Sehingga perlu dibentuk Majelis Parisada.
- Manawa Dharmasastra
(Compendium Hukum Hindu)
1) Wyawaharapada dalam Dharmasutra. Terdiri dari tiga
buah kitab, sbb :
a) Yang ditulis oleh Gautama : terdiri dari tupoksi
seorang raja berupa hukum pidana dan perdata.
b) Yang ditulis oleh Apastamba : terdiri dari hukum
perzinahan, bunuh diri, melanggar dharma, buruh dengan majikan dan
penyalahgunaan hak milik.
c) Yang ditulis oleh Budhayana terdiri dari : hukum
bela diri, pembunuhan seorang Brahmana, pembunuhan ternak orang lain.
2) Pokok Bahasan di dalam Kitab Dharmasastra
Ada 3 penulisan Dharmasastra, yakni : Wisnu, Manu,
dan Yajnawalkya, akan tetapi yang paling terkenal adalah Manu dengan 18 titel
hukumnya, sbb :
- Rinadana
: ketentuan tentang tidak membayar hutang.
- Niksepa
: tentang deposito dan perjanjian.
- Aswamiwikraya
: tentang penjualan barang tak bertuan.
- Sambhuya-samutthana
: tentang perikatan antara firman.
- Dattasyanapakarma
: tentang hibah dan pemberian.
- Wetanadana
: tentang hukum mengenai tidak membayar upah.
- Samwidwyatikarma
: hukum mengenai tidak melakukan tugas yang diperjanjikan.
- Krayawikrayanusaya
: pelaksanaan jual beli.
- Swamipalawiwada :
perselisihan antara buruh dan majikan.
- Simawiwada :
perselisihan mengenai perbatasab
- Waparusya : tentang
penghinaan.
- Dandaparusya :
tentang penyerangan dan kekerasan.
- Steya : tentang
pencurian.
- Sahasa : tentang
kekerasan.
- Stripundharma :
tentang suami istri.
- Stripundharma :
tentang kewajiban seorang istri.
- Wibhaga : tentang
pembagian waris.
- Dyutasamahwya :
tentang perjudian dan pertarungan.
3) Beberapa Masalah Hukum dalam Perkembangan
a) Hukum Piutang
Menurut Manu dalam kitabnya Bab VIII.49. dinyatakan
bahwa seorang kreditor dapat menuntut
atau memperoleh piutangnya dari debitur melalui persuasif moril, keputusan
pengadilan, melalui upaya akal, melalui cara puasa di pintu masuk rumah si
debitur dan dengan cara kekerasan.
Bab
XII.40, hutang seorang debitur jatuh kepada ahli warisnya bila ia meninggal
dunia.
b) Deposito (Niksepa)
Deposito
banyak macamnya seperti : Yachita, Ayachita, Anwahita dan Nyasa.
c) Penjualan Barang Tak Bertuan
Dalam kitab
Gautama, Bab XII.50, menegaskan penadah atau penerima barang curian dapat
dihukum. Dengan demikian orang yang membeli barang curian dapat dihukum.
Yajnawalkya
mempertegas dalam bab II.168-174, baik pembeli maupun penjualnya dapat
dituntut. Oleh karena itu, ia harusdapat membuktikan bahwa benda itu adalah
haknya yang sah.
d) Dana atau Pemberian
Dalam bentuk
daksina, yaitu semacm pemberian sebagai upah kepada pendeta (brahmana) yang
melakukan upacara untuk orang lain.
- Kronologi Hukum Hindu
- Acara
dalam mengadili Menuruti Sastra
Pembagian
ada dua :
- Ahwana
: pemanggilan untuk memaksa terdakwa datang di depan pengadilan. Dilakukan
dengan pemberian kabar (murda) melalui
atasan.
- Asadha
: tindakan penuntut umum untuk melakukan penahanan dalam rangka
pemanggilan supaya terdakwa tidak melarikan diri.
- Acara
Pemeriksaan
Ditinjau
dari segi pembuktian menurut Rsi
Yajnawalkya ada 4 macam bukti, yaitu :
- Lekhya : (Bukti
otentik atau tertulis)
- Bhukti : (bukti
pemilihan atas materi)
- Saksi : (bukti saksi)
- Diwya : (bukti
sumpah).
Menurut Bhagawan
Manu ada 4 persyaratan saksi :
- Minimal 3 saksi.
- Saksi harus sudah
berumah tangga (dewasa).
- Saksi diberikan oleh
para pihak.
- Saksi bebas dari
lobha.
Pelaksanaan sumpah
ada 4, yakni :
- Sumpah menurut
Tula/Timbangan, yakni yang disumpaah ditimbang dengan pemberat lainnya.
- Sumpah menurut Agni ,
yakni dites dengan api, bila terbakar dianggap bersalah.
- Wisa (sumpah dengan
racun/mecor), disumpah dengan minum racun, bila masih hidup dianggap tidak
bersalah.
- Kosa adalah sumpah
semacam wisa, air bekas pembersih keris atau arca yang telah dimantrai
kemudian diminumkan.
- Upaya Mentaati Hukum Hindu dalam Kehidupan
Keagamaan dalam Kerangka Hukum Nasional
Ada empat jenis Dharmasastra, yang salah satunya
adalah karya Bhagawan Manu telah dikritik oleh Yajnawalkya, lalu lahir 3 bentuk
aliran hukum yakni :
- Aliran
yajnawalbya oleh yajnawalkya
- Aliran
mitaksana oleh wijnaneswara, dan
- Aliran
dayabhaga oleh jimutawahana
Dari ketiga aliran
itu, dua aliran terakhir yang paling banyak penyebarannya. Diantara kitab-kitab
yang terkenal dianggap memuat ajaran Hukum Hindu yang terdapat di Indonesia
adalah kitab Agama, Adigama, Raja Patigadala, Sesana- sesana (Siwa Sesana,
Rajasesana, Purusasesana, Rsisesana, dll), Kutoramanawa, dan Purwadigama.
PHDI sebagai
lembaga legislatif berperan menentukan apa yang harus dipakai bila terdapat
perbedaan penafsiran, bila tidak ada ayat-ayat yang mengaturnya, bahkan
mempengaruhi pendapat raja (penguasa) di dalam bidang keagamaan. Lembaga
pengadilan Agama Hindu disebut “Raad Kerta”.
Upaya mentaai hukum
Hindu, Empu Yogiswara dalam kekawin Ramayana II, sargah 24.81 dan 82,
menandaskan :
“Phiren temen
Dharma dhumaranang sarat,
Saraga sang sadhu
sireka tutana,
Tan artha tan kama
pidonya tan yasa,
Ya sakti sang
sajjana dhama raksaka”
Artinya :
Usahakan benar
dharma untuk memelihara dunia ini,
Kesenangan
orang-orang bijak itu harus kamu ikuti,
Tidak mementingkan
artha, kesenangan nafsu maupun nama,
Karena itulah
merupakan keampuhan orang-orang bijaksana di dalam memegang dharma.
“Saka nikang rat
kita yan wenang manut,
Manupadesa prihatah
rumaksaya,
Ksaya nikang papa
nahan prayojana,
Jana anuraga adhi
tuwin kapangguha”
Artinya :
Peredaran zaman
dunia ini sedapat-dapatnya harus kamu ikuti benar-benar,
Pergunakan ajaran
Manu untuk memelihara (dunia),
Melenyapkan
penderitaan,
Demikianlah
hendaknya diusahakan kecintaan rakyat pasti kau peroleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar