Jumat, 27 Maret 2015

KITAB SUCI (AGAMA HINDU)

BAB V KITAB SUCI
  1. Pengertian
            Secara realitas dan kemantapannya Kitab Suci sejenis dengan pengertian Hukum secara umum, yakni peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah maupun berlakunya secara alamiah, yang kalau perlu dapat dipaksakan agar peraturan tersebut dipatuhi sebagaimana yang ditetapkan.
Dalam kitab suci Weda mengandung hukum Hindu yang perlu kita ketahui dengan tujuan :
  1. Agar disadari bahwa hukum Hindu merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku bagi masyarakat Hindu di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2, serta pasal 2 Aturan Peralihan.
  2. Untuk memehami bahwa berlakunya hukum Hindu di Indonesia dibatasi oleh falsafah negara Pancasila dan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945.
  3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antar hukum adat Bali dengan Hukum Hindu.
  4. Untuk membedakan antara adat murni dengan adat yang bersumber kepada ajaran-ajaran Agama Hindu.
  1. Istilah
Rta atau Reta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi. Rta itu kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma. Tuhan menciptakan hukum dan sekalian sebagai pengendalian atas hukumNya itu, maka Tuhan juga disebut Rtawan. “Dharma dharyate prajah” yang artinya dharma penyangga manusia (masyarakat).
  1. Sumber Hukum Hindu
Berdasarkan ilmu peninjauan sumber hukum Hindu dapat ditinjau dari  empat segi, yakni :
  1. Peninjauan Sumber Hukum Dalam Arti Sejarah
            Dokumen tertua yang memuat hukum Hindu adalah Reg Weda dalam Weda Sruti (2000 SM), yang penulisannya dimulai dari abad 10 SM yang penyampaiannya secara tradisional (lisan). Fase berikutnya muncul Dharmasastra yang tergolong Smerti (Abad 10 SM). Kitab Smerti dibedakan dua kelompok, yakni Sad Wedangga dan Upaweda. Dalam Wedangga Dharmasastra dinyatakan sebagai bagian dari kitab kalpasutra.
Kitab kalpasutra dibagi menjadi empat :
a)      Srautasutra : tentang darsapurnamasa (purnama tilem).
b)      Grhyasutra : tentang upacara garbhadhana sampai antyesti (kematian).
c)      Dharmasutra : tentang hukum, agama kebiasaan atau acara dan sistacara.
d)      Sulwasutra : tentang arsitektur.
            Kitab Dharmasutra ini dijadikan dasar dalam menulis dharmasastra , yang penulisannya dibagi menjadi dua :
a)      Bentuk Sutra (1000 SM) amat singkat, yaitu aphrisme.
b)      Bentuk sastra (Abad 5 SM) yang lebih terurai.
Jadi Sruti adalah UU-nya, Smerti adalah UU Pokok dan UU Pelaksanaannya adalah Nibandha. Sehingga Sruti dan Smerti mempunyai kekuatan hukum yang sama, seperti disebutkan dalam :
1)      Manawa  Dharmasastra II.10, sbb :
            “Srutistu vedo vijneyo
            Dharmasastram tu wai smrtih
            Te sarwatheswamimamsye
            Tabhyam dhrmohi nirbabhau.”
Artinya :
            Yang dimaksud dengan Sruti adalah Weda,
            Smrti adalah Dharmasastra
            Kedua macam pustaka suci ini tidak boleh diragukan kebenarannya
            Mengenai apapun juga, karena keduanya adalah sumber hukum.
2)      Sarasamuscaya II.37, sbb :
            “Sruti vedah samakhyato
            Dharmasastra tu vai smrtih,
            Te sarwatheswam imamsye
            Tabhyam dharma vinir bhrtah”.
Artinya :
            Sruti adalah Weda (Catur Weda)
            Dharmasastra adalah Smrti
            Kedua-duanya jangan disangsikan untuk semua tujuan
            Kedua-duanya merupakan sumber dharma.
Kitab Dharmasastra dibedakan atas masa berlaku dan pengarangnya seperti :
a)      Manawa Dharmasastra karya Manu berlaku zaman Kerta Yuga
b)      Gautama Dharmasastra karya Gautama berlaku zaman Treta Yuda
c)      Sankhalikhita Dharmasastra berlaku zaman Dwapara Yuda
d)      Parasara Dharmasastra berlaku zaman Kali Yuda
2)      Peninjauan Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologis
            Kata sosiologi diartikan ilmu tentang sifat, prilaku dan perkembangan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan baik dalam bidang agama, budaya, bahasa, dll. Hubungan antara mereka telah mempunyai aturan yang melembaga, baik berdasarkan pengaruh-pengaruh yang datang di kemudian hari.
Sumber dharma atau hukum tidak saja Sruti, Smrti, tetapi juga Sila, Acara dan Atmanastuti. (Manawa Dharmasastra II.6).
Penerapan Dharma didasarkan pada asas-asas  tertentu, yakni :
  • Samaya (waktu)
  • Desa (tempat)
  • Acara (kebiasaan)
  • Kula (keluarga)
  • Warna (golongan)
  • Semanya (sifat-sifat umum)
Ini berarti ilmu sosiologi sengat berperan dalam menunjang sumber-sumber  itu.
Berdasarkan penjelasan di atas penerapan  Hukum Hindu  itu selalu mempertimbang desa, kala, patra.
Contoh : Himsa karma melanggar hukum tetapi dalam peperangan merupakan keharusan bagi seorang kesatria.
3)      Peninjauan Hukum Hindu dalam Arti Filsafat
            Filsafat adalah ilmu pikir. Filsafat juga merupakan pencarian rasional ke dalam sifat kebenaran/realitas. Filsafat membingbing manusia untuk mencapai tujuan hidup Jagadhita dan Moksa. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu harus memperhatikan :
a)      Harus didasarkan pada Dharma.
b)      Harus diusahakan melalui keilmuan (Jnana)
c)      Harus didasarkan pada kepercayaan (Sadhana)
d)      Harus didasarkan pada ajaran Tri Kaya Parisudha
e)      Harus ditebus dengan usaha Prayascita (penyucian)

4)      Sumber Hukum dalam Arti Formil
            Menurut piagam Mahkamah Internasional pasal 38, susunan sumber hukum, sbb :
  1. Traktat internasional yang kedudukannya sama dengan UU terhadap negara itu.
  2. Kebiasaan Internasional
  3. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradap
  4. Keputusan-keputusan hukum sebagai yurisprudensi bagi suatu negara.
  5. Ajaran yang dipublisir oleh para ahli hukum dari berbagai negara hukum.




Dalam Manawa  Dharmasastra II.6, disebutkan :
“Idanim dharma pra mananya ha
Vedo ‘khilo dharma mulam smrti sile
Ca tad vidam acarasca iva
Sadhunam atmanastustireva ca  ”
Artinya :
Seluruh pustaka suci Weda (Sruti) merupakan sumber utama daripada Dharma (Agama Hindu), kemudian barulah Smrti di samping sila (kebiasaan-kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda) dan kemudian Acara(tradisi-tradisi dari orang-orang suci) serta akhirnya Atmanastuti (rasa puas diri sendiri)
            Rasa puas merupakan ukuran yang selalu diusahakan oleh setiap manusia yang kemungkinan mempunyai rasa puas yang berbeda-beda. Untuk itu harus diukur atas dasar kepentingan umum. Sehingga perlu dibentuk Majelis Parisada.
  1. Manawa Dharmasastra (Compendium Hukum Hindu)
1)      Wyawaharapada dalam Dharmasutra. Terdiri dari tiga buah kitab, sbb :
a)      Yang ditulis oleh Gautama : terdiri dari tupoksi seorang raja berupa hukum pidana dan perdata.
b)      Yang ditulis oleh Apastamba : terdiri dari hukum perzinahan, bunuh diri, melanggar dharma, buruh dengan majikan dan penyalahgunaan hak milik.
c)      Yang ditulis oleh Budhayana terdiri dari : hukum bela diri, pembunuhan seorang Brahmana, pembunuhan ternak orang lain.

2)      Pokok Bahasan di dalam Kitab Dharmasastra
Ada 3 penulisan Dharmasastra, yakni : Wisnu, Manu, dan Yajnawalkya, akan tetapi yang paling terkenal adalah Manu dengan 18 titel hukumnya, sbb :
  1. Rinadana : ketentuan tentang tidak membayar hutang.
  2. Niksepa : tentang deposito dan perjanjian.
  3. Aswamiwikraya : tentang penjualan barang tak bertuan.
  4. Sambhuya-samutthana : tentang perikatan antara firman.
  5. Dattasyanapakarma : tentang hibah dan pemberian.
  6. Wetanadana : tentang hukum mengenai tidak membayar upah.
  7. Samwidwyatikarma : hukum mengenai tidak melakukan tugas yang diperjanjikan.
  8. Krayawikrayanusaya : pelaksanaan jual beli.
  1. Swamipalawiwada : perselisihan antara buruh dan majikan.
  2. Simawiwada : perselisihan mengenai perbatasab
  1. Waparusya : tentang penghinaan.
  2. Dandaparusya : tentang penyerangan dan kekerasan.
  3. Steya : tentang pencurian.
  4. Sahasa : tentang kekerasan.
  5. Stripundharma : tentang suami istri.
  6. Stripundharma : tentang kewajiban seorang istri.
  7. Wibhaga : tentang pembagian waris.
  8. Dyutasamahwya : tentang perjudian dan pertarungan.

3)      Beberapa Masalah Hukum dalam Perkembangan
a)      Hukum Piutang
Menurut Manu dalam kitabnya Bab VIII.49. dinyatakan bahwa seorang  kreditor dapat menuntut atau memperoleh piutangnya dari debitur melalui persuasif moril, keputusan pengadilan, melalui upaya akal, melalui cara puasa di pintu masuk rumah si debitur dan dengan cara kekerasan.
            Bab XII.40, hutang seorang debitur jatuh kepada ahli warisnya bila ia meninggal dunia.
b)      Deposito (Niksepa)
            Deposito banyak macamnya seperti : Yachita, Ayachita, Anwahita dan Nyasa.
c)      Penjualan Barang Tak Bertuan
Dalam kitab Gautama, Bab XII.50, menegaskan penadah atau penerima barang curian dapat dihukum. Dengan demikian orang yang membeli barang curian dapat dihukum.
Yajnawalkya mempertegas dalam bab II.168-174, baik pembeli maupun penjualnya dapat dituntut. Oleh karena itu, ia harusdapat membuktikan bahwa benda itu adalah haknya yang sah.
d)      Dana atau Pemberian
Dalam bentuk daksina, yaitu semacm pemberian sebagai upah kepada pendeta (brahmana) yang melakukan upacara untuk orang lain.
  1. Kronologi Hukum Hindu
  1. Acara dalam mengadili Menuruti Sastra
            Pembagian ada dua :
  1. Ahwana : pemanggilan untuk memaksa terdakwa datang di depan pengadilan. Dilakukan dengan pemberian kabar (murda) melalui  atasan.
  2. Asadha : tindakan penuntut umum untuk melakukan penahanan dalam rangka pemanggilan supaya terdakwa tidak melarikan diri.
  1. Acara Pemeriksaan
            Ditinjau dari segi pembuktian  menurut Rsi Yajnawalkya ada 4 macam bukti, yaitu :
  1. Lekhya : (Bukti otentik atau tertulis)
  2. Bhukti : (bukti pemilihan atas materi)
  3. Saksi : (bukti saksi)
  4. Diwya : (bukti sumpah).

Menurut Bhagawan Manu ada 4 persyaratan saksi :
  1. Minimal 3 saksi.
  2. Saksi harus sudah berumah tangga (dewasa).
  3. Saksi diberikan oleh para pihak.
  4. Saksi bebas dari lobha.
Pelaksanaan sumpah ada 4, yakni :
  1. Sumpah menurut Tula/Timbangan, yakni yang disumpaah ditimbang dengan pemberat lainnya.
  2. Sumpah menurut Agni , yakni dites dengan api, bila terbakar dianggap bersalah.
  3. Wisa (sumpah dengan racun/mecor), disumpah dengan minum racun, bila masih hidup dianggap tidak bersalah.
  4. Kosa adalah sumpah semacam wisa, air bekas pembersih keris atau arca yang telah dimantrai kemudian diminumkan.
  1. Upaya Mentaati Hukum Hindu dalam Kehidupan Keagamaan dalam Kerangka Hukum Nasional
Ada empat jenis Dharmasastra, yang salah satunya adalah karya Bhagawan Manu telah dikritik oleh Yajnawalkya, lalu lahir 3 bentuk aliran hukum yakni :
  1. Aliran yajnawalbya oleh yajnawalkya
  2. Aliran mitaksana oleh wijnaneswara, dan
  3. Aliran dayabhaga oleh jimutawahana
Dari ketiga aliran itu, dua aliran terakhir yang paling banyak penyebarannya. Diantara kitab-kitab yang terkenal dianggap memuat ajaran Hukum Hindu yang terdapat di Indonesia adalah kitab Agama, Adigama, Raja Patigadala, Sesana- sesana (Siwa Sesana, Rajasesana, Purusasesana, Rsisesana, dll), Kutoramanawa, dan Purwadigama.
PHDI sebagai lembaga legislatif berperan menentukan apa yang harus dipakai bila terdapat perbedaan penafsiran, bila tidak ada ayat-ayat yang mengaturnya, bahkan mempengaruhi pendapat raja (penguasa) di dalam bidang keagamaan. Lembaga pengadilan Agama Hindu disebut “Raad Kerta”.
Upaya mentaai hukum Hindu, Empu Yogiswara dalam kekawin Ramayana II, sargah 24.81 dan 82, menandaskan :
“Phiren temen Dharma dhumaranang sarat,
Saraga sang sadhu sireka tutana,
Tan artha tan kama pidonya tan yasa,
Ya sakti sang sajjana dhama raksaka”

Artinya :
Usahakan benar dharma untuk memelihara dunia ini,
Kesenangan orang-orang bijak itu harus kamu ikuti,
Tidak mementingkan artha, kesenangan nafsu maupun nama,
Karena itulah merupakan keampuhan orang-orang bijaksana di dalam memegang dharma.

“Saka nikang rat kita yan wenang manut,
Manupadesa prihatah rumaksaya,
Ksaya nikang papa nahan prayojana,
Jana anuraga adhi tuwin kapangguha”

Artinya :
Peredaran zaman dunia ini sedapat-dapatnya harus kamu ikuti benar-benar,
Pergunakan ajaran Manu untuk memelihara (dunia),
Melenyapkan penderitaan,
Demikianlah hendaknya diusahakan kecintaan rakyat pasti kau peroleh.


1 komentar: